Jumat, 27 Januari 2012

arsitektur

Union Internationale des Architectes (UIA), persatuan arsitek-arsitek internasional, menuntut kemampuan profesional seorang arsitek dengan kriteria kinerja profesionalisme yang tinggi. Kriteria ini terdiri atas tiga tingkat penguasaan dengan 37 tigapuluh tujuh butir materi. Ini diberlakukan mengingat pekerjaan arsitek yang lebih dari sekedar mendesain bangunan. Arsitek seringkali terlibat dalam semua tahap pembangunan suatu proyek; sejak perencanaan hingga penyempurnaan tahap akhir. Penting pula diingat bahwa terdapat hubungan yang erat antara karya arsitektur dengan lingkungan hidup serta kenyamanan dan keselamatan manusia.
UIA menentukan standar profesionalisme arsitek sebagai berikut: minimal lima tahun pendidikan arsitektur di universitas (di Indonesia dikenal sebagai program strata satu/S1), dilanjutkan dengan minimal dua tahun magang serta melewati kualifikasi kompetensi dengan penguasaan tiga belas pengetahuan dan kemampuan dasar arsitektur.
Hal semacam ini pulalah yang diberlakukan oleh Royal Institute of British Architects (RIBA), asosiasi arsitek Inggris, walaupun dengan cara yang agak berbeda. Di Inggris Raya, program pendidikan (full time course in architecture) dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama, apabila ditempuh secara normal, berlangsung selama tiga tahun dan mereka yang telah lulus tahap ini akan memperoleh gelar kehormatan, untuk selanjutnya meneruskan dengan satu tahun pengalaman magang.
Bagian kedua berlangsung selama dua tahun, dan peserta yang telah menyelesaikan tahap ini akan memperoleh gelar Diploma atau Bachelor of Architecture. Pada bagian dua ini, seringkali diberlakukan sela waktu antara tahun ketiga dan keempat bagi siswa untuk mengambil program magang pada biro arsitek yang terdaftar pada RIBA.
Pada bagian tiga, siswa menyelesaikan ujian praktik profesional (professional practice examination), yang seringkali berlangsung paruh-waktu selama periode kedua pemagangan. Pada akhir masa tujuh tahun ini, siswa diperkenankan mendaftar secara resmi sebagai arsitek melalui Architects Registration Council of the United Kingdom (ARCUK) dan mengajukan keanggotaan pada asosiasi profesional yang diakui RIBA.
Lain pula cara Amerika Serikat dengan American Institute of Architects (AIA) sebagai asosiasi profesionalnya. National Council of Architectural Registration Boards (NCARB)adalah dewan yang bertugas mengawasi anggota AIA dalam menjalankan tugasnya sebagai arsitek; serta menjaga keamanan, kesehatan dan kesejahteraan publik yang dilayani oleh arsitek. Gelar arsitek profesional diberikan hanya kepada lulusan sekolah arsitektur yang terakreditasi oleh National Architectural Accrediting Board (NAAB) atau Badan Akreditasi Arsitektur Nasional. Gelar profesional umumnya diperoleh melalui lima tahun program strata satu—Bachelor of Architecture. Beberapa sekolah menawarkan program Master of Architecture selama dua tahun bagi lulusan program arsitektur strata satu dan setara, atau tiga sampai empat tahun bagi lulusan disiplin ilmu lainnya. Untuk memperoleh lisensi profesi, diperlukan juga pengalaman kerja—dengan periode tertentu—serta melewati ujian yang diselenggarakan oleh Architect Registration Examination (ARE).
Pembahasan sistem dan metode yang digunakan oleh RIBA dan AIA menjadi penting, mengingat luasnya daerah “kekuasaan” mereka. Indonesia dikelilingi oleh negara-negara berbasis RIBA, seperti Australia dengan Royal Australian Institute of Architects (RAIA)yang tetap berakar dari RIBA, serta Singapura dan Malaysia. Tetapi tanpa pengakuan kompetensi internasional berupa sertifikasi oleh asosiasi setempat, seorang arsitek tidak memiliki hak untuk bekerja di negara lain. Bahkan dengan adanya architect act (undang-undang yang mengatur lingkup kerja arsitek) yang diberlakukan lokal, seorang arsitek tak dapat berpraktik tanpa sertifikasi setempat.
Ini berarti bahwa program penambahan satu tahun tadi tidak dapat dielakkan. Toh harus diwaspadai agar penambahan ini tidak hanya sekedar penambahan tahun saja, tanpa menjamin kualitas arsitek yang dihasilkan. Tampaknya sudah saatnya IAI bersama dengan Badan Akreditasi Nasional (BAN) mulai mengakreditasi sistem pendidikan tinggi di Indonesiaserta program-program “tambahan” yang akan atau telah berlangsung, agar pelaksana pendidikan arsitektur bisa lebih mawas diri dan tidak terjebak pada hitungan kuantitas saja.
IAI sendiri tampaknya telah cukup mempersiapkan proses sertifikasi dan penerbitan lisensi arsitek Indonesia— sebagai bekal menghadapi pesaing internasional. [sumber]


Pendidikan arsitektur
P
ada dasarnya kualitas keahlian seorang arsitektur terletak pada kemampuan pendidikan arsitektur lansekap yang pada awalnya memberikan pengetahuan dasar bagi calon seorang sarjana arsitek, sebuah artikel dengan judul pendidikan arsitektur dari situsesubijono.wordpress.com (telah mendapat izin untuk di share).mungkin dapat menambah wawasan mengenai kelengkapan pengetahuan yang mutlak dimiliki oleh seorang arsitek.

Ada 37 butir pengetahuan dasar (yang seharusnya dikuasai oleh) sarjana arsitektur. Basic knowledge for architecture graduates. Butir-butir ini dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu kelompok pengetahuan dasar yang cukup dikuasai setara dengan Awareness(be aware of), kelompok Understand (comprehensively understand) dan kelompok Ability (be able to do it).

Untuk mahasiswa dan sarjana baru arsitektur, pedoman ini bagus juga dipakai untuk mengukur kemampuan diri sendiri, dan bertanya kepada dosen bila ada pengetahuan yang tidak diajarkan …

1. Ketrampilan verbal (Verbal Skills)

Kemampuan untuk berbicara dan menulis secara efektif mengenai materi dalam kurikulum profesional.

2. Ketrampilan grafis (Graphic Skills)

Kemampuan untuk menggunakan media presentasi yang tepat, termasuk teknologi komputer, untuk menyampaikan pada setiap tahapan perancangan, unsur-unsur penting dalam program bangunan serta perancangan arsitektur dan urban.

3. Ketrampilan riset (Research Skills)

Kemampuan untuk melakukan metode dasar pengumpulan data dan analisis untuk menerangkan semua aspek pemrograman dan proses perancangan.

4. Ketrampilan berpikir kritis (Critical Thinking Skills)

Kemampuan untuk membuat analisa dan evaluasi menyeluruh dari sebuah bangunan, kompleks bangunan atau ruang urban.


5. Ketrampilan dasar merancang (Fundamental Design Skills)

Kemampuan untuk menerapkan prinsip-prinsip dasar pengorganisasian ruang, struktur dan konstruksi ke dalam konsepsi dan pengembangan ruang interior dan exterior, unsur-unsur serta komponen bangunan.

6. Ketrampilan bekerjasama (Collaborative Skills)

Kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengambil peran yang memaksimalkan bakat individual, dan kemampuan untuk bekerjasama dengan siswa-siswa lain ketika bekerja dalam suatu tim perancangan.

7. Perilaku manusia (Human Behavior)

Kepekaan terhadap teori dan metode pertanyaan yang bertujuan memperjelas hubungan antara perilaku manusia dan lingkungan fisik.

8. Keragaman manusia (Human Diversity)

Kepedulian akan keragaman kebutuhan, nilai, etika, norma perilaku, serta pola sosial dan spasial yang membedakan berbagai kebudayaan, dan implikasi dari keragaman itu untuk peran sosial dan tanggungjawab arsitek.

9. Sejarah dan preseden (History and Precedent)

Kemampuan membuat rasionalisasi preseden bentuk dan program dan mampu menerapkannya pada konsep dan pengembangan proyek-proyek arsitektur dan urban.

10. Tradisi nasional dan lokal (National and Local Traditions)

Pemahaman tentang tradisi nasional dan warisan lokal regional dalam rancangan arsitektur, lansekap dan urban, termasuk tradisi vernakular.

11. Tradisi Timur (Eastern Traditions)

Pemahaman tentang aturan dan tradisi Timur dalam perancangan arsitektur, lansekap, dan urban, serta faktor cuaca, teknologi, sosioekonomi dan faktor-faktor lainnya yang telah membentuk dan mempertahankannya.

12. Tradisi Barat (Western Traditions)

Kepekaan terhadap keseragaman sekaligus keragaman aturan dan tradisi perancangan arsitektur dan urban di dunia Barat.

13. Pelestarian lingkungan (Environmental Conservation)

Pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar ekologi dan tanggungjawab arsitek dalam hubungannya dengan pelestarian sumber daya dan lingkungan dalam perancangan arsitektur dan urban.

14. Aksesibilitas (Accessibility)

Kemampuan untuk merancang tapak dan bangunan untuk mengakomodasikan individu dengan kemampuan fisik yang bermacam-macam.

15. Kondisi tapak (Site Conditions)

Kemampuan untuk menjawab karakter alam dan lingkungan buatan pada tapak dalam pengembangan program dan perancangan proyek.

16. Sistim tata bentuk (Formal Ordering Systems)

Pemahaman tentang dasar-dasar persepsi visual dan prinsip-prinsip sistim tatanan pada rancangan dua dan tiga dimensi, komposisi arsitektur dan perancangan urban.

17. Sistim struktur (Structural Systems)

Pemahaman mengenai perilaku struktur dalam menahan gravitasi dan gaya-gaya lateral serta evolusi rentang dan penerapan yang tepat dari sistim struktur kontemporer.

18. Sistim penyelamatan pada bangunan (Building Life Safety Systems)

Pemahaman mengenai prinsip-prinsip dasar rancangan dan pemilihan sistim dan subsistim penyelamatan pada bangunan.

19. Sistim sampul bangunan (Building Envelope Systems)

Pemahaman tentang prinsip-prinsip rancangan sistim penutup luar bangunan.

20. Sistim lingkungan ruang bangunan (Building Environmental Systems)

Pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar rancangan sistim struktur bangunan, sistem lingkungan, termasuk pencahayaan, akustik dan pengkondisian ruang serta pemakaian enerji.

21. Sistim pelayanan bangunan (Building Service Systems)

Pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar rancangan sistim pelayanan bangunan, termasuk pemipaan, transportasi vertikal, komunikasi, keamanan dan perlindungan kebakaran.

22. Integrasi sistim-sistim bangunan (Building Systems Integration)

Kemampuan untuk menilai, memilih dan menyatukan sistim struktur, sistim penutup bangunan, sistim lingkungan, pelayanan dan penyelamatan, ke dalam suatu rancangan bangunan.

23. Tanggung jawab hukum (Legal Responsibilities)

Pemahaman tentang tanggung jawab hukum arsitek dalam kaitannya dengan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan masyarakat; hak properti, aturan dalam zoning dan subdivisi; peraturan bangunan, aksesibilitas dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi rancangan bangunan, konstruksi dan praktek arsitektur.

24. Kepatuhan terhadap peraturan bangunan (Building Code Compliance)

Pemahaman tentang persyaratan dan peraturan bangunan, standar yang dapat diterapkan pada tapak tertentu, termasuk klasifikasi penggunaan, tinggi dan luasan bangunan yang diijinkan, tipe konstruksi yang diijinkan, persyaratan pemisahan, persyaratan penggunaan, alat evakuasi, perlindungan kebakaran dan struktur.

25. Bahan bangunan dan pemasangannya (Building Materials and Assemblies)

Pemahaman tentang prinsip-prinsip, konvensi, standar-standar, aplikasi dan batasan pembuatan, penggunaan dan pemasangan bahan-bahan bangunan.

26. Ekonomi bangunan dan pengendalian biaya (Building Economics and Cost Control)

Kepekaan terhadap dasar-dasar pembiayaan bangunan, ekonomi bangunan dan pengendalian biaya konstruksi dalam kerangka proyek perancangan.

27. Pengembangan detail rancangan (Detailed Design Development)

Kemampuan untuk menilai, memilih, menyusun dan merinci sebagai suatu bagian utuh perancangan, serta menyusun dengan tepat bahan dan komponen bangunan untuk memenuhi persyaratan program bangunan.

28. Dokumentasi grafis (Graphic Documentation)

Kemampuan untuk membuat deskripsi teknis yang akurat dan dokumentasi suatu proposal perancangan untuk tujuan penilaian dan konstruksi.

29. Perancangan menyeluruh (Comprehensive Design)

Kemampuan untuk menghasilkan sebuah proyek arsitektur diawali dengan program yang menyeluruh sejak rancangan skematik hingga pengembangan detail termasuk program ruang, sistim struktur dan lingkungan, perlengkapan penyelamatan, dinding-dinding dan elemen bangunan, serta untuk menilai hasil akhir proyek itu sesuai dengan kriteria perancangan.

30. Penyiapan program (Program Preparation)

Kemampuan untuk menyusun program komprehensif untuk proyek perancangan arsitektur, termasuk menilai kebutuhan pemberi tugas, telaah kritis mengenai presen bentuk, inventarisasi ruang dan persyaratan peralatan, definisi kriteria pemilihan tapak, analisa kondisi tapak, telaah hukum dan standar-standar yang berlaku, penilaian implikasi unsur-unsur tersebut terhadap proyek, serta definisi kriteria penilaian perancangan.

31. Konteks hukum praktik arsitektur (The Legal Context of Architecture Practice)

Kepekaan terhadap berkembangnya konteks hukum tempat arsitek berpraktek, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan registrasi profesional, kontrak jasa profesional serta pembentukan usaha jasa perancangan.

32. Organisasi dan manajemen praktek (Practice Organization and Management)

Kepekaan terhadap prinsip-prinsip dasar organisasi kantor, kepemimpinan, rencana usaha, pemasaran, negosiasi dan manajemen keuangan, sebagaimana dapat diterapkan pada praktek arsitektur.

33. Dokumentasi dan kontrak (Contracts and Documentation)

Kepekaan terhadap berbagai metode penyelesaian proyek, format kontrak jasa yang sesuai, dan tipe dokumentasi yang diperlukan untuk memberikan jasa profesional yang kompeten dan bertanggung jawab.

34. Pemagangan (Professional Internship)

Pemahaman mengenai peran permagangan dalam pengembangan profesional, serta hak-hak dan tanggung jawab silang antara pemagang dan pembimbing.

35. Penghayatan peran arsitek (Breadth of the Architect’s Role)

Kepekaan terhadap pentingnya peran arsitek dalam insepsi proyek perancangan dan pengembangan rancangan, administrasi kontrak, termasuk pemilihan dan koordinasi disiplin ilmu lain, evaluasi setelah penggunaan dan manajemen fasilitas.

36. Kondisi masa lalu dan akan datang (Past and Present Conditions for Architecture)

Pemahaman tentang perubahan-perubahan yang terjadi karena pengaruh sosial, politik, teknologi, dan ekonomi -masa lalu dan masa kini- atas peran arsitek terhadap lingkungan binaan.

37. Etika dan penilaian profesional (Ethics and Professional Judgement)

Kepekaan terhadap masalah etika dalam pengambilan keputusan yang profesional dalam praktek dan perancangan arsitektur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar